PERAN ENZIM DALAM INDUSTRI PAKAN TERNAK
1.
Proses Pencernaan Hewan Ternak
Pencernaan
adalah proses lanjutan dari pengambilan pakan (feed intake) oleh makhluk
hidup sebagai persiapan untuk proses penyerapan nutrien yang akan
dimanfaatkan lebih lanjut oleh sel tubuh. Dalam proses pencernaan terjadi
perubahan fisik dan kimia yang dialami bahan makanan selama di dalam alat
pencernaannya.
Proses
pencernaan pada hewan pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu pencernaan
hidrolitik atau enzimatis dan pencernaan fermentatif.
Pencernaan
hidrolitik atau enzimatis:
pencernaan yang dilakukan oleh enzim-enzim pencernaan. Pada pencernaan
hidrolitik ini polimer dipecah menjadi monomer, misalnya karbohidrat dipecah
menjadi glukosa, atau protein dipecah menjadi asam amino.
Pencernaan
fermentatif: Proses
pencernaan yang dilakukan atas bantuan mikroba. Pada proses pencernaan
fermentatif zat makanan dirombak menjadi senyawa lain yang berbeda sifat
kimianya sebagai zat intermediate.
Proses pencernaan pada hewan berbeda
satu dengan yang lainnya dan sangat berhubungan dengan alat pencernaan yang
dipunyai oleh hewan tersebut. Perbedaan alat pencernaan hewan dapat
dibedakan menjadi :
Pencernaan
: Karnivora: kelompok hewan
pemakan daging (makanan asal hewan), mempunyai gigi taring untuk mencabik
makanannya, perutnya tunggal (monogastrik) dan sederhana
Herbivora : kelompok hewan pemakan tumbuhan.
Alat pencernaan herbivora lebih panjang dan lebih kompleks serta telah
mengalami modifikasi yang memungkinkan herbivora dapat menggunakan serat
(selulosa dan polisakarida lain seperti hemiselulosa) dalam jumlah reletif
banyak
Omnivora: kelompok hewan yang memiliki
berperut tunggal. Alat pencernaannya relatif lebih panjang, lebih kompleks dan
cecum-colonnya (usus besar) lebih berkembang karena sebagian pakannya
adalah nabati yang mengandung serat.
Monogastrik: hewan berperut tunggal dan
sederhana. Alat pencernaannya terdiri dari mulut, esophagus, perut, usus halus,
usus besar dan rektum. Sistem pencernaannya disebut simple monogastric
system.
Poligastrik: hewan berperut ganda (kompleks)
seperti ruminansia sejati (hewan yang mempunyai rumen) yaitu sapi kerbau,
kambing, domba, rusa, anoa, antelope dan pseudo-ruminant (onta, llama). Sistem
pencernaannya disebut pollygastric system.
Proses pencernaan makanan pada
ternak ruminansia relatif lebih kompleks dibandingkan proses pencernaan pada
jenis ternak lainnya. Perut ternak ruminansia dibagi menjadi 4 bagian, yaitu
retikulum (perutjala), rumen (perut beludru), omasum (perut bulu), dan abomasum
(perut sejati). Dalam studi fisiologi ternak ruminasia, rumen dan retikulum
sering dipandang sebagai organ tunggal dengan sebutan retikulorumen. Omasum
disebut sebagaiperut buku karena tersusun dari lipatan sebanyak sekitar 100
lembar. Fungsi omasum belum terungkap dengan jelas, tetapi pada organ tersebut
terjadi penyerapan air, amonia, asam lemak terbang dan elektrolit. Pada organ
ini dilaporkan juga menghasilkan amonia dan mungkin asam lemak terbang (Frances
dan Siddon, 1993).
Termasuk
organ pencernaan bagian belakang lambung adalah sekum, kolon dan rektum. Pada
pencernaan bagian belakangtersebut juga terjadi aktivitas fermentasi.
Proses
pencernaan pada ternak ruminansia dapat terjadi secara mekanis di mulut,
fermentatif oleh mikroba rumen dan secara hidrolis oleh enzim-enzim pencernaan.
Pada sistem pencernaan ternak ruminasia terdapat suatu
proses yang disebut memamah biak (ruminasi). Pakan berserat (hijauan) yang
dimakanditahan untuk sementara di dalam rumen. Pada saat hewan beristirahat,
pakan yang telah berada dalam rumen dikembalikan ke mulut (proses regurgitasi),
untuk dikunyah kembali (proses remastikasi), kemudian pakan ditelan kembali
(proses redeglutasi). Selanjutnya pakan tersebut dicerna lagi oleh enzim-enzim
mikroba rumen. Kontraksi retikulorumen yang terkoordinasi dalam rangkaianproses
tersebut bermanfaat pula untuk pengadukan digesta inokulasi danpenyerapan
nutrien. Selain itu kontraksi retikulorumen juga bermanfaat untukpergerakan
digesta meninggalkan retikulorumen melalui retikulo-omasal orifice (Tilman et
al. 1982).
2.
Pengertian Enzim dan cara Kerjanya
Enzim
terdapat secara alami pada semua organisme hidup dan berperan sebagai
katalisator dalam reaksi kimia. Istilah enzim mulai diperkenalkan pertama
kali tahun 1878 oleh Kuhne yang mengisolasi senyawa enzim dari ragi sedangkan
konsep kerja enzim dikembangkan oleh Emil Fischer di tahun 1894 yang
mempopulerkan istilah “gembok dan kunci” untuk menjelaskan interaksi substrat
enzim.
Saat
ini lebih dari 3000 enzim telah diidentifikasi. Seperti halnya protein,
enzim juga tersusun dari rantai asam amino. Enzim ini akan mempercepat
reaksi kimia dengan cara menempel pada substrat dan keseluruhan proses reaksi
akan stabil dan menghasilkan kompleks enzim substrat. Dengan bantuan
enzim ini, energi yang digunakan untuk menggerakan proses reaksi kimia menjadi
lebih kecil. Enzim akan bekerja pada kondisi lingkungan yang tidak
mengubah struktur aslinya yaitu yang paling baik pada suhu dan pH menengah.
Alasan utama penggunaan enzim dalam industri makanan
ternak adalah untuk memeperbaiki nilai nutrisinya. Semua binatang menggunakan
enzim dalam mencerna makanannya, dimana enzim tersebut dihasilkan baik oleh
biantang itu sendiri maupun oleh mikroorganisme yang ada pada alat pencernaannya.
Namun demikian proses pencernaan tidak mencapai 100 % dari bahan makanan yang
dicerna, karena itu perlu ada suplemen enzim pada pakan untuk meningkatkan
efisiensi pencernaannya.
Di dalam sistem produksi peternakan, pakan ternak
menempati komponen biaya yang paling besar karena itu keuntungan peternakan
akan tergantung dari biaya reltif dan biaya nilai nutrisi pada makanan.
Ada empat alasan utama untuk menggunakan enzim dalam industri pakan ternak
(Bedford dan Partridge, 2001) yaitu:
Untuk
memecah faktor anti-nutrisi yang terdapat di dalam campuran makanan.
Kebanyakan dari snyawa tersebut tidak mudah dicerna oleh enzim endogeneous di
dalam ternak, dapat mengganggu pencernaan normal.
- Untuk meningkatkan ketersediaan pati, protein dan garam mineral yang terdapat pada dinding sel yang kaya serat, karena itu tidak mudah dicerna oleh enzim pencernaan sendiri atau terikat dalam ikatan kimia sehingga ternak tidak mampu mencerna (contoh: pospor dalam asam pitat)
- Untuk merombak ikatan kimia khusus dalam bahan mentah yang biasanya tidak dapat dirombak oleh enzim ternak itu sendiri.
- Sebagai suplemen enzim yang diproduksi oleh ternak muda yang mana sistem pencernaannya belum sempurna sehingga enzim endogeneous kemungkinan belum mencukupi.
III.
JENIS-JENIS ENZIM DALAM INDUSTRI PAKAN TERNAK
Terdapat empat type enzim
yang mendominasi pasar pakan ternak saat ini yaitu enzim untuk memecah serat,
protein, pati dan asam pitat (Sheppi, 2001).
1.
Enzim Pemecah Serat
Keterbatasan
utama dari pencernaan hewan monogastrik adalah bahwa hewan-hewan tersebut tidak
memproduksi enzim untuk mencerna serat. Pada ransum makanan ternak yang terbuat
dari gandum, barley, rye atau triticale (sereal viscous utama), proporsi
terbesar dari serat ini adalah arabinoxylan dan ß-glucan yang larut dan tidak
larut (White et al., 1983; Bedford dan Classen, 1992 diacu oleh Sheppy,
2001). Serat yang dapat larut dan meningkatkan viskositas isi intestin
yang kecil, mengganggu pencernaan nutrisi dan karena itu menurunkan pertumbuhan
hewan.
Kandungan serat pada gandum dan barley sangat bervariasi
tergantung pada varitasnya, tempat tumbuh, kondisi iklim dan lain-lain.
Hal ini dapat menyebabkan variasi nilai nutrisi yang cukup besar di dalam
ransum makanan. Untuk memecah serat, enzim-enzim xylanase dan
ß-glucanase) dapat menurunkan tingkat variasi nilai nutrisi pada ransum dan
dapat memberikan perbaikan dari pakan ternak sekaligus konsistensi responnya
pada hewan ternak. Xylanase dihasilkan oleh mikroorganisme baik bakteri
maupun jamur.
Penelitian pemanfaatan xilanase untuk membuat ransum ayam
boiler telah dilakukan oleh Van Paridon et al. (1992), dengan melihat
penga-ruhnya terhadap berat yang dicapai dan efisiensi konversi makanan ser-ta
hubungannya dengan viskositas pencernaan. Hal yang sama juga di-lakukan oleh
Bedford dan Classen (1992), yang melaporkan bahwa ransum makanan ayam boiler
yang diberi xilanase yang berasal dari T.longibrachiatum mampu
mengurangi viskositas pencernaan, sehingga meningkatkan pencapaian berat dan efisiensi
konversi makanan.
Pius
P Ketaren, T. Purwadaria dan A. P Sinurat dari Balai Penelitian Ternak, Bogor,
juga melakukan penelitian yang bertujuan untuk melihat pengaruh suplementasi
enzim pemecah serat kasar terhadap penampilan ayam pedaging. Suplementasi
diberikan dengan menambahkan enzim xilanase kedalam ransum basal dedak atau
polar. Penelitian ini menggunakan 120 anak ayam pedaging umur sehari yang
dialokasikan secara acak kedalam 20 kandang yang masing-masing berisi 6 ekor.
Ayam-ayam tersebut dikenai 4 perlakuan. Perlakuan I, ayam diberi ransum basal
30% dedak (RBD). Perlakuan II, ransum RBD + 0,01% enzim xilanase (RBD + E).
Perlakuan III diberi ransum basal 30% polar (RBP) dan perlakuan IV dengan
ransum RBP + 0,01% enzim xilanase (RBP + E). Setiap perlakuan diulang 5 kali
dan tiap ulangan terdiri dari 6 ekor. Seluruh kandang/pen ditempatkan dalam
bangunan tertutup yang dilengkapi dengan lampu penerang, pemanas dan pengatur
sirkulasi udara, yang diatur sesuai dengan kebutuhan. Sedangkan ransum dan air
minum disediakan secara tak terbatas. Anak ayam juga divaksin pada umur 4 dan
21 hari untuk mencegah ND dan pada umur 14 hari untuk mencegah Gumboro.
Konsumsi ransum, pertambahan bobot badan (PBB), feed conversion ratio (FCR) dan
mortalitas digunakan sebagai parameter dan diukur setiap minggu selama 5 minggu
perlakuan.
Hasil riset
memperlihatkan PBB ayam pedaging yang diberi ransum basal polar dengan
suplementasi enzim cenderung tumbuh lebih cepat dibanding ayam pedaging yang
memperoleh ransum lain. Dalam penelitian ini, suplementasi enzim xilanase
sebanyak 0,01% kedalam ransum basal dedak maupun polar tidak berpengaruh
negatif terhadap penampilan broiler. Hal ini tampak dari tidak adanya
mortalitas selama penelitian berlangsung. FCR ayam pedaging yang diberi ransum
basal polar dengan suplementasi enzim secara nyata lebih baik dibanding ransum
FCR ayam pedaging yang diberi ransum lain.
Berdasarkan penampilan ayam
pedaging tersebut terlihat bahwa suplementasi enzim kedalam ransum basal polar
mampu meningkatkan efisiensi penggunaan ransum sekitar 4%, sebaliknya
suplementasi enzim kedalam ransum basal dedak tidak mampu memperbaiki efisiensi
penggunaan ransum ayam pedaging. Ini membuktikan bahwa enzim xilanase yang
digunakan dalam penelitian ini lebih efektif apabila digunakan pada polar, yang
diketahui mengandung lebih banyak xilan/pentosan atau glucan dibanding
dedak.
Peningkatan penampilan ayam
pedaging yang diberi ransum basal polar dengan suplementasi enzim xilanase ini,
kemungkinan juga berkaitan dengan peningkatan kecernaan protein dan lemak
disamping kenaikan kecernaan serat kasar. Dengan peningkatan kecernaan gizi dan
pertumbuhan unggas tersebut, dapat mendorong peningkatan penggunaan bahan pakan
lokal yang tersedia di dalam negeri. Kondisi ini diharapkan akan mampu
meningkatkan kemandirian perunggasan nasional.
2.
Enzim Pemecah Protein
Berbagai
bahan mentah yang digunakan sebagai bahan pakan ternak mengandung
protein. Terdapat variasi kualitas dan kandungan protein yang cukup
besar dari bahan mentah yang berbeda. Dari sumber bahan
protein primer seperti kedelai, beberapa faktor anti nutrisi seperti lectins
dan trypsin inhibitor dapat memicu kerusakan pada permukaan penyerapan, karena
ketidaksempurnaan proses pencernaan. Selain itu belum berkembangnya
sistem pencernaan pada hewan muda menyebabkan tidak mampu menggunakan simpanan
protein yang besar di dalam kedelai (glycin dan ß-conglycinin).
Penambahan protease dapat
membantu menetralkan pengaruh negatif dari faktor anti-nutrisi berprotein dan
juga dapat memecah simpanan protein yang besar menjadi molekul yang kecil dan
dapat diserap.
3.
Enzim pemecah Pati
Jagung
merupakan sumber pati yang sangat baik sehingga para ahli gizi menyebutnya
sebagai bahan mentah standard emas.
Sebagian besar ahli gizi tidak mempertimbangkan pencernaan jagung adalah
jelek: kenyataannya bahwa 95 % dapat dicerna. Namun hasil
penelitian Noy dan Sklan (1994) yang diacu oleh Sheppi (2001), pati hanya
dicerna tidak lebih dari 85 % pada ayam broiler umur 4 dan 21 hari.
Penambahan enzim amylase pada makanan ayam dapat membantu mencerna pati lebih
cepat di intestin yang kecil dan pada gilirannya dapat memperbaiki kecepatan
pertumbuhan karena adanya peningkatan pengambilan nutrisi.
Pada masa aklimatisasi, anak ayam
sering menderita shok karena perubahan nutrisi, lingkungan dan status
imunitasnya. Penambahan amilase, biasanya juga bersamaan dengan
penambahan enzim lain, untuk meningkatkan produksi enzim endogeneous telah
terbukti dapat memperbaiki pencernaan nutrisi dan penyerapannya.
4.
Enzim Pemecah Asam pitat
Phospor
merupakan unsur esensial untuk semua hewan, karena diperlukan untuk
mineralisasi tulang, imunitas, fertilitas dan juga pertumbuhan. Swine dan
Unggas hanya dapat mencerna Phospor dalam bentuk asam pitat yang terdapat dalam
sayur sekitar 30-40 %. Phospor yang tidak dapat dicerna akan keluar
bersama kotoran (feces) dan menimbulkan pencemaran.
Enzim pytase dapat memecah asam
pytat, maka penambahan enzim tersebut pada pakan ternak akan membebaskan lebih
banyak phospor yang digunakan oleh hewan.
Enzime
phytase banyak dikenal dapat menghilangkan pengaruh anti nutrisi asam phitat.
Penggunaan enzime phytase dalam pakan akan mengurangi keharusan
penambahan sumber-sumber fosfor anorganik mengingat fosfor asal
bahan baku tumbuhan terikat dalam asam phitat yang mengurangi ketersediaannya
dalam pakan. Padahal suplementasi fosfor anorganik misalnya mengandalkan di
calcium phosphate maupun mono calcium phosphate relatif mahal belakangan ini.
Di samping itu, fosfor yang terikat dalam asam phitat yang tidak bisa dicerna
sempurna oleh sistem pencernaan hewan monogastrik akan ikut dalam feses dan
menjadi sumber polutan yang berpotensi mencemari tanah. Fosfor adalah tidak
terurai dalam tanah sehingga dalam jangka panjang, pembuangan feses dengan
kandungan fosfor tinggi akan menimbulkan masalah bagi tanah.
Terdapat dua keuntungan
menggunakan phytase dalam pakan ternak yaitu (1) pengurangan biaya pakan dari
pengurangan suplemen P pada makanan dan (2) pengurangan polusi dari
berkurangnya limbah melalui feces.
Sumber
Phytase
Phytase dapat dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu
6-phytase dan 3-phytase. Penggolongan ini berdasarkan pada tempat awal
molekul phytat dihidrolisis. 6-phytase umumnya ditemukan dalam tanaman,
sedangkan 3-phytase dihasilkan oleh jamur (mikroorganisme) (Dvorakova, 1998,
diacu oleh Maenz, 2001).
1.
Phytase Tanaman
Hampir
semua tanaman mempunyai aktivitas phytase namun jumlah dan aktivitasnya sangat
bervariasi cukup besar antar tanaman. Eeckhout dan De Paepe (1994) telah
mengevaluasi level phytase pada 51 feedstuffs yang digunakan di Belgia dan
menyimpulkan bahwa aktivitas phytase terdapat pada biji sereal seperti rye,
triticale, gandum, barley sedangkan feedstuff lainnya termasuk kedelai
mengandung aktivitas phytase yang sangat rendah (Maenz, 2001). Kandungan
P pada wheat untuk makanan unggas berkisar 45 sampai 70 % (Barrier-Guillot et
al, 1996, diacu oleh Maenz, 2001). Lebih lanjut Barrier-Guillot et al., 1996)
mengukur aktivitas phytase pada 56 contoh gantung yang tumbuh di Perancis tahun
1992 dan mendapatkan variasi aktivitas phytase antara 206 sampai 775 mU per
gram.
Studi yang dilakukan oleh Kemme et
al., (1998) diacu oleh Maenz (2001) terhadap degradasi asam pitat pada
pencernaan babi (pigs) menunjukkan bahwa, bila diberi makan jagung, maka
tingkat degradasinya adalah 3 %, phytase pada jagung 91 unit/kg, diberi makan
campuran jagung-barley, tingkat degradasinya 31 %, phytase pada campuran
gandum-barley 342 unit/kg dan jika diberi makan campuran gandum-barley, tingkat
degradasinya 47 %, kandungan phytase pada campuran ini adalah 1005
unit/kg. Studi ini menunjukkan bahwa tingginya kandungan phytase pada
gandum dan barley dapat membantu meningkatkan tingkat kecernaan asam phytat
pada hewan.
2. Phytase
Mikroorganisme
Enzime hydrolitik yang menguraikan
asam phytat dihasilkan oleh berbagai macam mikroorganisme. Dvorakova
(1998) yang diacu oleh Maenz (2001) mengatakan bahwa ada 29 jenis jamur,
bakteri dan ragi yang menghasilkan enzime phytase. Dari 29 jenis
tersebut, 21 jenis diantaranya menghasilkan enzime phytase extraceluler.
Strain jamur Aspergilus niger menghasilkan aktivitas phytase
extraseluler yang tinggi (Volfova et al., 1994) yang diacu oleh Maenz (2001).
IV.
TANTANGAN PENGGUNAAN ENZIM PADA INDUSTRI PAKAN TERNAK DIMASA YANG AKAN DATANG
Enzim mempunya sifat yang unik, akan menunjukkan
aktivitasnya pada kondisi lingkungan yang cocok, baik pH maupun Suhu.
Masing-masing jenis enzim mempunya kisaran pH dan suhu optimalnya. Pelet pakan
ternak dibuat melalui proses pemanasan pada suhu tinggi, karena itu kestabilan
enzim terhadap perlakuan panas pada industri pakan sangat diperlukan.
Enzim bekerja sebagai katalisator
untuk mempercepat suatu proses reaksi kimia, karena itu aktivitasnya juga akan
ditentukan oleh dosis enzim itu sendiri. Pemberian enzim exogeneous harus
mempertimbangkan juga enzim endogeneous yang sudah ada pada hewan, karena itu
sebelum membuat formulasi produk harus dilakukan penelitian terlebih dahulu dan
dilihat performance hewannya pada berbagai tingkatan umur.
Metoda analisis yang mudah dan tepat
untuk menentukan jumlah enzim yang aktif juga merupakan suatu tantangan
yang perlu mendapatkan perhatian dari para ilmuwan, Dengan adanya metode
analisis yang akurat dan cepat makan akan sangat mempermudah pembuatan
formulasi produk pakan ternak.
Walaupun telah terbukti bahwa
suplemen enzim dapat meningkatkan produksi ternak, namun karena untuk
mendapatkan enzim itu sendiri tidak mudah maka produk pakan ternak berenzim
harganya menjadi mahal, karena itu komponen biaya lain dari produksi pakan
sedapat mungkin dapat ditekan sehingga akan menurunkan harga pakan ternak
berenzim. Hal lain yang perlu dilakukan adalah melakukan penelitian untuk
mendapatkan enzim secara mudah dan murah.
Indonesia merupakan negara yang
mempunya julukan megadiversiti, karena itu explorasi untuk mendapatkan sumber
penghasil enzim baru sangat dimungkinkan, baik dari jamur maupun
bakteri. Saat ini belum banyak enzim termostabil yang dihasilkan dari
Indonesia, padahal sumber-sumber baik bakteri maupun jamur dari lokasi kawah
sangat berlimpah.
Halo, saya Helena Julio dari Ekuador, saya ingin berbicara tentang Layanan Pendanaan Le_Meridian tentang topik ini.Le_Meridian Layanan Pendanaan memberi saya dukungan keuangan ketika semua bank di kota saya menolak permintaan saya untuk memberi saya pinjaman 500.000,00 USD, saya mencoba semua yang saya bisa untuk mendapatkan pinjaman dari bank-bank saya di sini di Ekuador tetapi mereka semua menolak saya karena kredit saya rendah tetapi dengan rahmat Tuhan saya jadi tahu tentang Le_Meridian jadi saya memutuskan untuk mencoba mengajukan permohonan pinjaman. dengan insya Allah mereka memberi saya pinjaman 500.000,00 USD permintaan pinjaman yang ditolak bank-bank saya di sini di Ekuador, sungguh luar biasa melakukan bisnis dengan mereka dan bisnis saya berjalan dengan baik sekarang. Berikut adalah Email Investasi Pendanaan Le_Meridian / Kontak WhatsApp jika Anda ingin mengajukan pinjaman dari mereka.Email:lfdsloans@lemeridianfds.com / lfdsloans@outlook.comWhatsApp Contact: 1-989-394-3740.
BalasHapus