Selasa, 25 Juni 2013

Laporan Praktikum Produksi Ternak Perah



Laporan Praktikum Produksi Ternak Perah

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Seiring dengan berkembangnya kesadaran masyarakat Indonesia akan kebutuhan gizi dan bertambahnya tingkat pendapatan masyarakat, menyebabkan permintaan bahan pangan yang mempunyai nilai gizi tinggi meningkat. Pemenuhan tingkat gizi tersebut diantaranya berasal dari produk–produk peternakan. Sapi perah merupakan salah satu komoditi peternakan yang dapat mendukung pemenuhan kebutuhan akan bahan pangan bergizi tinggi.
Pemeliharaan sapi perah beberapa tahun terakhir ini menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan ini senantiasa didorong oleh pemerintah agar swasembada susu tercapai secepatnya. Untuk memenuhi kebutuhan susu secara nasional, perk embangan sapi perah perlu mendapatkan pembinaan yang lebih mantap dan terencana dari pada tahun - tahun yang sudah.
Namun demikian peningkatan pemeliharaan sapi perah terkadang tidak seeiring dengan pengetahuan masayarakat akan manajemen pemeliharaan sapi perah serta minimnya penegatahuan masyarakat akan penanganan susu yang dihasilkan sehingga aman untuk dikonsumsi. Untuk mengetahui manajemen pemeliharaan sapi perah serta penanganan pasca produksi pada ternak perah, maka dilakukanlah praktikum kunjungan ke peternakan sapi perah.
Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dilakukannya praktek lapang Produksi Ternak Perah ini adalah untuk mengetahui manajemen pemeliharaan pada sapi perah dan penanganan pasca produksi pada sapi perah, serta aspek keuangan dan kelayakan usaha pada peternakan sapi perah. 
Kegunaan dilakukannya praktek lapang Produksi Ternak Perah ini adalah agar praktikan mengetahui manajemen pemeliharaan pada sapi perah dan penanganan pasca produksi pada sapi perah, serta aspek keuangan dan kelayakan usaha pada peternakan sapi perah. 


TINJAUAN PUSTAKA
A.    Tinjauan Umum Sapi Perah
Sapi FH sangat menonjol karena banyaknya jumlah produksi susu namun kadar lemaknya rendah, kapasitas perut besar sehingga mampu menampung pakan banyak, mempunyai kemampuan yang tinggi dalam mengubah pakan menjadi susu. Sapi Peranakan Friesian Holstein (PFH) merupakan hasil persilangan antara sapi FH dengan sapi lokal, dengan ciri - ciri yang hampir menyerupai FH tetapi produksi  susu  relatif  lebih  rendah  dari  FH  dan  badannya  juga  lebih  kecil. Hasil dari persilangan tersebut mempunyai sifat diantara kedua induknya, dimana pertambahan bobot badan cukup tinggi serta mampu beradaptasi  dengan  lingkungan  tropis  secara  baik (Putra 2009).
Sapi perah adalah sapi yang dapat memproduksi susu lebih dari kebutuhan anaknya. Kemampuan produksi susu sapi FH dan peranakan adalah 1800-2000 kg/laktasi. Secara normal makin sering dapi melahirkan maka produksi susunya semakin meningkat sampai batas maksimum tertinggi pada periode laktasi saat melahirkan yang ke-4 -5 kali, sesudah itu produksi akan cenderung menurun. (Malaka, 2010).
Secara garis besar, bangsa-bangsa sapi (Bos ) yang terdapat di dunia ada dua, yaitu (1) kelompok yang berasal dari sapi Zebu (Bos indicus) atau jenis sapi yang berpunuk, yang berasal dan tersebar di daerah tropis serta (2) kelompok dari Bos primigenius, yang tersebar di daerah sub tropis atau lebih dikenal dengan  Bos Taurus. Jenis sapi perah yang unggul dan paling banyak dipelihara adalah sapi Shorhorn (dari Inggris), Friesian Holstein (dari Belanda), Yersey (dari selat Channel antara Inggris dan Perancis), Brown Swiss (dari Switzerland), Red Danish (dari Denmark) dan Droughtmaster (dari Australia). Hasil survei di PSPB Cibinong menunjukkan bahwa jenis sapi perah yang paling cocok dan menguntungkan untuk dibudidayakan di Indonesia adalah Frisien Holstein (Anonim, 2011).
B.     Kebutuhan Gizi Sapi Perah
Kebutuhan hijauan pada setiap jenis ternak berbeda-beda. Ternak sapi, kerbau, kambing, dan domba memerlukan jumlah hijauan yang lebih banyak dari pada ternak non ruminansia seperti ; babi, kuda, unggas, dan lainnya. Pada umumnya jumlah hijauan yang diberikan pada ternak tersebut adalah 10 % dari berat hidup, sedangkan makanan penguat misalnya konsentrat hanya diberikan 1 % saja dari berat hidup.Kebutuhan ternak perah akan zat makanan terdiri atas 2 bagian, Pertama, kebutuhan hidup pokok (maintainance repoirements), yaitu kebutuhan untuk memelihara keutuhan organ dan fungsi tubuh, dalam arti kata kebutuhan untuk mempertahankan bobot hidup. Kedua, kebutuhan produksi (pertumbuhan, produksi air susu, dan sebagainya) (Nursiam, 2010).
Menurut Putra (2009), menyatakan bahwa konsentrat merupakan suatu bahan yang digunakan bersama bahan pakan lain untuk meningkatkan keserasian gizi dari keseluruhan pakan dan disatukan sebagai suplemen atau pelengkap.  Konsentrat adalah pakan yang mengandung serat kasar rendah yaitu kurang dari 18 % dan mempunyai nilai gizi tinggi serta dapat meningkatkan imbangan zat pakan.  
C.    Proses Terbentuknya Air Susu Dan Kandungan Air Susu
1.      Proses Pembentukan Air Susu
Di dalam tubuh sapi, air susu dibuat oleh kelenjar susu di dalam ambing. Ambing sapi terbagi dua yaitu ambing kiri dan ambing kanan, selanjutnya masing-masing ambing terbagi dua yaitu kuartir depan dan kuartir belakang. Tiap-tiap kuartir mempunyai satu puting susu. Kelenjar susu tersusun dari gelembung-gelembung susu sehingga berbentuk seperti setandan buah anggur. Dinding gelembung merupakan sel-sel yang menghasilkan air susu. Bahan pembentuk air susu berasal dari darah. Air susu mengalir melalui saluran-saluran halus dari gelembung susu ke ruang kisterna dan ruang puting susu. Dalam keadaan normal, lubang puting susu akan tertutup. Lubang puting menjadi terbuka akibat rangsangan syaraf atau tekanan sehingga air susu dari ruang kisterna dapat mengalir keluar. Gerakan menyusui dari pedet, usapan atau basuhan air hangat pada ambing merupakan rangsangan pada otak melalui jaringan syaraf. Selanjutnya otak akan mengeluarkan hormon oksitosin yang menyebabkan otot-otot pada kelenjar susu bergerak dan lubang puting membuka sehingga susu mengalir keluar (Hidayat et al, 2012).
Susu disentasa pada kelenjar ambing dalam alveoulus. Sekelompok kelenjar air susu terdiri dari beberapa gelembung-gelembung (alveoli) air susu. Dinding alveoli terdiri dari selapis sel epitel yang disebut sel myoepitel dan sel sekresi berbentuk kubus dan di tengahnya terdapat lumen. Sel sekresi dikelilingi oleh sel myoepitel dan kapiler-kapiler darah. Sel-sel ini membentuk air susu dari zat-zat yang berasal dari darah, kemudian mensekresikan ke dalam lumen alveoli. Bahan mentah untuk produksi susu dari makanan yang dimakan dalam saluran pencernaan ditransport melalui pembuluh darah ke sel sekresi. Sekitar 400-800 liter darah diantar ke ambing untuk menjadi 1 liter air susu (Malaka, 2010).
2.      Kandungan Gizi Air susu
Malaka (2010) menyebutkan bahwa komponen air susu berdasarkan nilai nutrisinya sebagai bahan mentah sifat-sifatnya bervariasi. Dapat dilihat dalam tabel berikut :




Tabel 1. Rata-rata Komposisi Air Susu
Komponen
Rata-rata %
Rata-rata ( %) BK
Air
PTL
Lemak (BK)
Laktosa
Lemak
Protein
Kasein
Mineral
As. Organik
Lainnya
87,3
8,8
3,1
4,6
3,9
3,25
2,6
0,65
0,18
0,14
-
6,9
-
3,6
3,1
3,6
2,0
0,51
0,14
0,11
Sumber : Malaka, 2010
Susu secara alami merupakan bahan makanan yang paling baik, terutama bagi anak mamalia yang baru dilahirkan. Untuk bayi, susu merupakan satu-satunya sumber zat makanan (nutrien) selama 2-3 bulan pertama dan di beberapa negara susu memegang peranan penting dalam makanan anak-anak yang sedang tumbuh. Susu atau bahan penggantinya sangat penting artinya pada pertumbuhan awal bagi mamalia. Selanjutnya susu juga sangat tinggi nilai gizinya sebagai bahan makanan bagi orang dewasa terutama bagi orang-orang lanjut usia. Susu sangat penting dalam menu sehari-hari karena adanya tiga komponen penting yaitu protein, kalsium dan riboflavin (vit B2). Yang paling penting adalah protein yang mengandung banyak macam asam amino essensial yang pada umumnya terdapat dalam jumlah yang kurang pada biji-bijian yang biasa digunakan sebagai bahan makanan pokok manusia. Jumlah konsumsi susu yang disarankan 1 quart (= 0,946 liter) susu per hari dapat mencukupi semua kebutuhan protein untuk anak-anak sampai umur 6 tahun dan lebih dari 60 % kebutuhan bagi anak-anak yang sedang tumbuh sampai umur 14 tahun. Untuk umur 14-20 tahun jumlah susu tersebut mampu menyediakan setengah dari kebutuhan protein harian, sedangkan bagi wanita yang sedang menyusui mampu menyediakan sebanyak 44 % kebutuhan protein (Budi, 2006).
Air susu merupakan bahan makanan utama bagi  makhluk yang  baru lahir,  baik bagi  hewan maupun manusia. Sebagai bahan makanan/minuman air susu sapi mempunyai nilai gizi yang tinggi, karena mengandung unsur-unsur kimia  yang dibutuhkan oleh tubuh seperti Calsium, Phosphor, Vitamin A, Vitamin B dan Riboflavin yang tinggi. Komposisinya yang mudah dicerna dengan kandungan protein, mineral dan vitamin  yang tinggi, menjadikan susu sebagai  sumber bahan makanan yang fleksibel yang dapat diatur kadar lemaknya, sehingga dapat memenuhi keinginan dan selera konsumen (Saleh, 2012).

D.    Produk Hasil Ikutan Sapi Perah
Susu sebagai cairan yang cukup mengandung banyak zat-zat nutrisi yang dibutuhkan tubuh juga merupakan media yang sangat sangat disukai oleh mikroorganisme. Oleh sebab itu, pada penanganan pasca panen susu perlu dilakukan metode untuk memperpanjang daya simpan dari susu tersebut sehingga juga dapat dilakukan pengolahan menjadi produk olahan susu seperti keju, mentega, yoghurt, susu pasteurisasi, susu skim dan es krim (Malaka, 2010).
Hasil ikutan dari pemotongan ternak  adalah kulit, tulang, bulu serta kotoran (feses dan urin) ternak. Hasil ikutan ini bisa memiliki nilai ekonomis dan dapat ditingkatkan kualitasnya apabila dilakukan penanganan yang baik, sehingga memiliki daya guna dan  memberikan nilai tambah (Saleh, 2012).
Hasil utama dari budidaya sapi perah adalah susu yang dihasilkan oleh induk betina. Selain susu sapi perah juga memberikan hasil lain yaitu daging dan kulit yang berasal dari sapi yang sudah tidak produktif serta pupuk kandang yang dihasilkan dari kotoran ternak (Anonim, 2011).

E.     Studi Kelayakan Usaha Sapi Perah
Usaha ternak sapi perah di Indonesia masih bersifat subsisten oleh peternak kecil dan belum mencapai usaha yang berorientasi ekonomi. Rendahnya tingkat produktivitas ternak tersebut lebih disebabkan oleh kurangnya modal, serta pengetahuan/keterampilan petani yang mencakup aspek reproduksi, pemberian pakan, pengelolaan hasil pascapanen, penerapan sistem  recording, pemerahan, sanitasi dan pencegahan penyakit. Selain itu pengetahuan petani mengenai aspek tata niaga harus ditingkatkan sehingga keuntungan yang diperoleh sebanding dengan pemeliharaannya. Produksi susu sapi di dunia kini sudah melebihi 385 juta m2/ton/th dengan tingkat penjualan sapi dan produknya yang lebih besar daripada pedet, pejantan, dan sapi afkiran. Di Amerika Serikat, tingkat penjualan dan pembelian sapi dan produknya secara tunai mencapai 13% dari seluruh peternakan yang ada di dunia. Sementara tingkat penjualan anak sapi (pedet), pejantan sapi perah, dan sapi afkir hanya berkisar 3%. Produksi susu sejumlah itu masih perlu ditingkatkan seiring dengan peningkatan jumlah penduduk di dunia ini. Untuk mencapai tingkat produksi yang tinggi maka pengelolaan dan pemberian pakan harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan ternak, dimana minimum pakan yang dapat dimanfaatkan oleh ternak (terserap) diusahakan sekitar 3,5 - 4% dari bahan kering (Anonim, 2011).
Usaha adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber  untuk memperoleh manfaat/benefit atau suatu aktivitas dimana dikeluarkan uang dengan harapan untuk mendapat hasil (returns) diwaktu yang akan datang yang dapat direncanakan, dibiayai dan dilaksanakan sebagai suatu unit. Biaya-biaya dan hasilnya harus dapat terukur. Suatu usaha dianggap layak jika memenuhi 6 aspek yaitu aspek umum dan hukum, aspek ekonomi dan pemasaran, aspek teknis produksi, aspek organisasi dan manajemen, aspek finansial, aspek lingkungan dan sosial budaya (Ako, 2009).


MATERI DAN METODE
Waktu dan Tempat
            Praktek Lapang Ilmu Produksi Ternak Perah dilaksanakan pada hari Sabtu – Minggu, 10-11 November 2012, bertempat di Peternakan Rakyat milik Sunusi, Dusun Talaga, Kelurahan Juppandang, Kecamatan Enrekang, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan.
Materi Praktikum
            Pada praktek lapang produksi Perah yang telah dilaksanakan, beberapa alat yang digunakan yaitu pulpen, transportasi, dan sebagainya. Adapun bahan yang digunakan yaitu seperti kertas, data kuisioner, dan sebagainya.
Metode Praktek
            Metode yang digunakan pada Praktek Lapang Produksi Ternak Perah ini  yaitu observasi dan wawancara secara langsung dengan petani peternak.




HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Keadaan Umum Sapi Pak Sunusi
Berdasarkan praktek lapang yang telah dilakukan maka dapat diketahui bahwa populasi ternak pada peternakan Pak Sunusi adalah 39 ekor dimana 14 ekor adalah sapi dara, sapi jantan 3 ekor, pedet 5 ekor, dan betina 17 ekor. Pada peternakan Pak Sunusi sapi perah yang dipelihara yaitu sapi Frisian Holland (FH) yang merupakan salah satu bangsa sapi sub tropis. Hal ini sesuai dengan pendapat Budi (2006) yang menyatakan bahwa yang termasuk bangsa-bangsa sapi perah subtropis adalah Frisian Holstein, Yersey, Ayrshire, dan brown swiss. Sapi FH adalh sapi perah yang populasinya paling besar diseluruh dunia bahkan di Negara-negara tropis seperti di Indonesia. Produksi susu sapi FH dapat mencapai 4500-5500 liter permasa laktasi.
BCS ( Body Condition Score) sapi perah yang ada pada peternakan pak Sunusi adalah 2,5. Hal ini terjadi karena sapi perah yang diternakkan terlihat sangat kurus, dapat dilihat dari tonjolan-tonjolan tulang pada bagian panggul, dada dan bagian- bagian lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sinaga (2009) yang menyatakan bahwa penilaian sapi induk dapat dilakukan dengan cara melihat kondisi tubuh dari ternak, dada penuh daging perdagingan, luwes dan lain-lain.


B.     Sistem Pemberian Pakan
Berdasarkan hasil wawancara dengan pak Sunusi dapat diketahui bahwa system pemberian pakan pada peternakannya yaitu 2-3 kali dalam sehari. Dimana pada pagi  hari diberikan rumput segar, siang hari ternaknya diberikan pakan berupa ransum (ampas tahu, dedak dan lain-lain) dan pada sore hari diberikan lagi hijaun. Hal ini sesuai dengan pendapat Umiyasih (2007) yang menyatakan bahwa bahan pakan terdiri dari 2 kelompok, yaitu bahan pakan asal tanaman dan asal non tanaman (ternak atau ikan). Berdasarkan sifat fisik dan kimianya dibedakan menjadi 8 klas yaitu : hijauan kering dan jerami, tanaman padangan rumput, hijauan segar, silage dan haylage; sumber energi; sumber protein; suplemen vitamin, mineral; aditif dan non aditif.
C.    Proses Pemerahan
Tujuan dari pemerahan adalah untuk mendapatkan jumlah susu maksimal dari ambingnya, apabila pemerahan tidak sempurna sapi induk cenderung untuk menjadi kering terlalu cepat dan produksi total cenderung menjadi kering terlalu cepat dan produksi total menjadi menurun. Dari hasil wawancara dengan pak Sunusi dapat diketahui bahwa sapi perah yang laktasi sebanyak 11 ekor. Sapi laktasi ini diperah setiap pagi hari dengan mengggunakan tangan baik secara full hand (5 jari) maupun sistem 2 jari. Menurut pak Sunusi sebelum sapi yang sedang laktasi harus dipisahkan dari kelompok lainnya, selain itu juga sebelum dilakukan pemerahan terlebih dahulu harus dilakukan sanitasi, baik sanitasi pada kandang, pada sapi perah dan peralatan yang akan  digunakan, hal ini dilkukan agar susu yang diperah terhindar dari cemaran atau kontaminasi mikroorganisme dan kotoran dari ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Putra (2009) yang menyatakan bahwa Kandang dibersihkan setiap hari agar sapi senantiasa bersih dan bebas dari kotoran sehingga susu yang diperoleh tidak rusak dan tercemar. Sebelum melakukan pemerahan dilakukan pembersihan lantai kandang, tempat pakan, tempat minum, dan kemudian membersihkan bagian ambing. Hal ini dilakukan karena susu mudah menyerap bau.
Didalam hal pemerahan dengan tangan lebih baik memerah dengan tangan kering daripada tangan basah, gerakan tangan harus disempurnakan secepat mungkin, kalau tidak sapi induk menjadi “a stripper” dan hanya mengeluarkan susunya dengan sangat lambat. Rata-rata produksi susu perhari pada peternakan pak Sanusi adalah 90 liter perhari. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Budi (2006) yang menyatakan bahwa produksi susu sapi FH adalah 4500-5500 liter per masa laktasi.
D.    Proses Pembuatan Dangke
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka dapat diketahui bahwa susu yang diperoleh dari hasil pemerahan langsung diolah dengan cara menyaring dan mengumpulkan air susu yang diproduksi, selanjutnya susu tersebut diolah menjadi dangke (sejenis keju yang dibuat dengan menggunakan enzim papain). Produksi susu pada peternakan pak Sanusi dalam perharinya yaitu 90 liter, jadi dapat dikonversikan menjadi 45 buah dangke yang diproduksi dalam perharinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Putra (2009) yang menyatakan bahwa Susu segar yang dihasilkan harus segera ditangani dengan cepat dan benar.  Hal ini disebabkan sifat susu yang sangat mudah rusak dan mudah terkontaminasi. Penanganan susu pasca produksi dapat  dilakukan dengan cara pasteurisasi sehingga susu tetap terjaga kebersihannya.
Jika dibandingkan dengan produksi normal dari sapi FH, produksi sapi FH pada peternakan pak Sunusi tergolong produksi rendah. Hal ini diketahui karena produksi susu dari peternakan pak Sunusi hanya 90 liter perhari, artinya dalam sehari seekor sapi yang ada pada peternakan ini hanya memproduksi sekitar 8 liter perhari. Kurangnya produksi susu perhari dapat dipengaruhi oleh lingkungan, cara pemerahan, pakan, umur dan lain-lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Saleh (2004) faktor yang mempengaruhi produksi susu antara lain adalah jumlah pemerahan setiap hari, lamanya pemerahan, dan waktu pemerahan. Jumlah pemerahan 3 – 4 kali setiap hari dapat meningkatkan produksi susu  dari pada jika  hanya diperah dua kali  sehari. Pemerahan pada pagi hari mendapatkan susu sedikit berbeda komposisinya dari pada susu hasil pemerahan sore hari. Pemerahan menggunakan tangan ataupun menggunakan mesin tidak  memperlihatkan perbedaan dalam produksi susu, kualitas ataupun komposisi susu. 

E.     Kerupuk Dangke

Susu yang diproduksi pada peternakan pak Sanusi langsung dioleh menjadi bahan makanan berupa dangke. Dangke merupakan bahan makanan yang termasuk kedalam golongan keju. Dangke adalah makanan yang dibuat dengan menggunakan susu segar dan menggunakan enzim papain sebagai bahan yang mengakibatkan terjadinya penggumpalan pada susu. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonim ( 2012) yang menyatakan bahwa keju merupakan suatu bahan pangan yang yang berasal dari hasil penggumpalan (koagulasi) dari protein susu.
Selain dangke sebagai produk utama pada peternakan pak Sanusi, terdapat pula kerupuk dangke. Bahan dasar dari kerupuk susu yakni dangke, menurut pak Sanusi kerupuk yang dihasilkan tidak menggunakan susu sebagai bahan dasar pembuatan kerupuk ini, melainkan dangke sehingga namanya kerupuk dangke. Menurut Ny. Sanusi untuk menghasilkan 1 kg krupuk dangke dibutuhkan sekitar 4 - 5 buah dangke. Artinya jika keseluruhan dangke yang diproduksi perhari diolah menjadi kerupuk susu maka akan dihasilkan 9-10 kg kerupuk susu. Harga per-kg kerupuk dangke adalah Rp. 45.000-,

F.     Analisis Usaha Peternakan Sapi Perah Pak Sunusi
Berdasarkan hasil wawancara dengan Pak Sanusi maka dapat diketahui pengeluaran





(output) dan sumber pemasukan (input) dari peternakan Pak Sanusi.  Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut














Tabel 2. Analisis Usaha Peternakan Sapi Perah Pak Sunusi
No
Uraian
Satuan
Volume
Harga /unit
(Rp)
Nilai (Rp)
1.
Produksi
a.   Produksi susu / dangke
b.   Sapi jantan
c.   Sapi betina
d.  Sapi dara
e.   Pedet

Liter

Ekor
Ekor
Ekor
Ekor

90/45

3
18
14
5

13.000

10.000.000
15.000.000
9.000.000
3.000.000

15.795.000

30.000.000
270.000.000
126.000.000
15.000.000

Total Penerimaan

85
37.013.000
456.795.000
2.
Biaya
a.   Biaya variabel
Dara
Pakan
-          Hijauan
-          Ampas tahu
Listrik
Air
Obat-obatan & Vit
Tenaga Kerja


Ekor

Kg
Kg
Volt
Liter
Unit
HKO


14






7


-

100.000
50.000
10.000
8330
65.000
585.000


-

27.000.000
13.500.000
2.700.000
2.249.100
17.550.000
157.950.000

Total biaya Variabel


818.330
220.949.100
3.
Pendapatan Produksi-Biaya



235.845.900
4.
R/C (A/B)



2.07
5.
BEP Produksi


35138

6.
BEP Vol Produksi

18798



Sumber : Data Sekunder Hasil Praktikum Produksi Perah, 2012















Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa dalam perharinya produksi susu pada peternakan pak Sanusi adalah 90 liter, jadi dalam satu periode laktasi seekor ternak dalam peternakan ini hanya memproduksi susu sekitar 2209 liter. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Budi (2006) yang menyatakan bahwa produksi susu sapi FH adalah 4500-5500 liter permasa laktasi.
Dari tabel di atas juga dapat diketahui bahwa aspek keuangan dan kelayakan usaha peternakan pak Sanusi yang berkaitan dengan analisis finansial dimana total penerimaan hanya bersumber dari produksi susu namun yang dijual adalah produk olahan berupa dangke dan krupuk susu ditambah dengan jumlah sapi laktasi dengan jumlah yaitu Rp. 456.795.000 sedangkan total pengeluaran dalam satu periode laktasi adalah Rp. 220.949.100, sehingga total pendapatan peternakan pak Sanusi satu kali laktasi yaitu Rp. 235.845.900. Dengan rasio 2.07, BEP produksi yaitu Rp. 35.138 dan BEP volume 18798. Salah satu aspek yang mempengaruhi usaha peternakan adalah aspek keuangan dan kelayakan usaha peternakan sapi perah sangatlah bergantung pada banyaknya biaya-biaya yang dikeluarkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Nursam (2006) bahwa dalam usaha peternakan terdapat pengeluaran tetap dan tidak tetap (variable). Yang digolongkan ongkos (pengeluaran) tetap adalah modal yang diinvestasikan dan tak mudah hilang seperti tanah, bangunan kandang, dan peralatannya. Besarnya ongkos tetap untuk pemeliharaan ayam adalah tergantung pada jumlah investasi untuk tanah, kandang, peralatan dan lain-lain. Besarnya input yang diperhitungkan sebagai penyusutan modal “ongkos tetap” disini tidak tergantung pada jumlah ayam yang dipelihara, sebab meskipun kandang itu kosong, tetapi ongkos itu tetap diperhitungkan. Dan mengenai perbaikan kandang tidak bisa diperhitungkan sebagai ongkos tetap, melainkan ongkos variabel.


PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan praktek yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.      Jika ditinjau dari aspek kelayakan usaha maka peternakan sapi perah pak Sunusi sudah termasuk layak karena memiliki lokasi usaha yang baik untuk beternak sapi perah.
2.      Ditinjau dari aspek teknis secara keseluruhan peternakan ini sudah layak karena sistem pemeliharaannya dilakukan secara intensif sehingga sapi perah dapat memproduksi susu 90 liter /hari.
Saran
Agar produksi susu pada peternakan pak Sunusi sebaiknya pemerahan dilkukan dua kali dalam sehari. Selain itu, untuk  penanganan sosial sebaiknya mempekerjakan masyarakat sekitar peternakan agar dapat mengurangi pengangguran.





DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Budidaya Ternak Sapi Perah (Bos sp). Perah.pdf. Diakses 25 Mei 2012.
Budi, Usman. 2006. Dasar Ternak Perah. Universitas Sumatera Utara. Sumatera. Diakses 25 Mei 2012.
Hidayat, Arief et al. 2012. Proses Pembentukan Susu. Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat. Diakses 25 Mei 2012.
Saleh, Eniza. 2004. Dasar Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. USU. Sumatera. Diakses 25 Mei 2012.
Sinaga. Sauland. 2009. Judging dan Seleksi. Unpad.ac.id. Diakses 25 Mei 2012.
Malaka, Ratmawati. 2010. Pengantar Teknologi Susu. Masagena Press. Makassar.
Nursiam, Intan. 2010. Kebutuhan Nutrisi Sapi Perah. Diakses 25 Mei 2012.
Nursam 2006. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Peternakan Ayam Petelur pada UD. Cahaya Mario Rappang Kabupaten Sidrap (studi kasus). FAPET UH. Makassar.
Putra, Adika. 2009. Potensi Penerapan Produksi Bersih Pada Usaha Peternakan Sapi Perah (Studi Kasus Pemerahan Susu Moeria Kudus Jawa Tengah). UNDIP. Semarang. Diakses 25 Mei 2012.

1 komentar: